Laman

Kamis, 05 November 2015



“Mahar kepulangan-Nya”
karya
Aulia Fransischa
(geburindu) 

Kuat kereta usia nan ku kayuh
Membanting senja-senja kenangan      
Palung renungan terbentang helaian nasib                         
Semakin dekat di tulang rusukku
Dan ku tawan menjadi kisah tiada utuh
Jiwa nan kurakit…
Mengemis sejuta rahmat
Halalkan cinta nan merimba
Ikat temali rindu dimahar kepulangan-Nya
Urung niat dosa pembasuh debu hati
Agar ikhtiar diri tak lekang oleh masa
Dibingkai iman kulukis kaligrafi namanya
Bersahaja di pagi-pagi penopang senja
Kelak…
Kutunggu seruan ikrar suci
Seiring naungan do’a sejuta umat
Lambang pemadu binar penantian kita
Di mahar kepulangan-Nya.



READ



“Sakitnya Merindu”

Awalnya…
Engkau hanyalah nyanyian ibu pengantar tidurku.
Engkau hanyalah hafalan pelajaranku di sekolah.
Engkau hanyalah bait-bait syairku penghias majelis taklim.
Engkau hanyalah retorika para khatib di atas mimbar.
Engkau hanyalah goresan indah dalam setiap kitab suci.

Lalu…
Engkau menjadi permainan penaku dan pena mereka.
Engkau menjadi bidak pertaruhan di atas papan caturku.
Engkau menjadi dalil-dalil dalam nalar logikaku.
Engkau menjadi sebab dari segala akibat.
Engkau menjadi akibat dari semua sebab.

Ternyata…
Engkau nyata dalam tiap nada dan melodi.
Engkau nyata dalam tiap memori dan hafalan.
Engkau nyata dalam bunyi, huruf, kata, dan kalimat.
Engkau nyata dalam tinta dan kalam.
Engkau nyata dalam bidak dan catur.
Engkau nyata dalam nalar dan logika.
Engkau nyata dalam segala sebab dan akibat.

Maka…
Aku hanyut dalam irama senandung-Mu.
Aku takjub dalam memori angan-Mu.
Aku terlena dalam bunyi, huruf, kata, dan kalimat-Mu.
Aku terukir indah dalam goresan pena-Mu.
Aku terkesima dalam permainan iradah-Mu.
Aku terperanjat dalam luasnya ilmu-Mu.
Aku terikat oleh kadar qudrah-Mu.

Akhirnya…
Sungguh, aku ingin merangkul senandung-Mu yang merdu.
Betul, aku ingin menatap wajah-Mu yang selalu hadir dalam ingatanku.
Hatiku berdebar dan jantungku bergetar setiap kali mendengar nama-Mu.
Jiwaku menggelora setiap kali membaca sapaan mesra-Mu.
Kasih-Mu telah lama meliputi diriku sebelum aku mengerti apa arti kasih sayang.
Pelukan-Mu terus mendekap setiap tarikan nafasku, detak jantungku, aliran darahku, dan gerak tubuhku.
Rangkulan-Mu gelayuti kata pada lidahku, aroma pada hidungku, suara dalam telingaku, nalar dalam akalku, dan rasa dalam jiwaku.
Aku benar-benar meregang perih karena merindukan wajah-Mu yang Maha Indah.
Tiada lagi yang merdu, tiada lagi yang indah, tiada lagi yang berharga kecuali kemesraan bersama-Mu.

Aku mohon…
Raih tanganku!
Sambut seruanku!
Dudukkan aku dalam pangkuan-Mu!
Peluk aku dalam dekapan kasih-Mu!
Perkenankan aku menatap wajah keagungan-Mu!

Allahu akbar!

(Kutipan “Spiritual Islam”)

“Munajat Cinta”

Tuhanku, aku bermohon kepada-Mu.
Hendaklah Kau jaga daku sehingga aku tidak lagi menentang-Mu.
Sungguh, aku bingung dan takut karena banyaknya dosa dan maksiatku.
Bersamaan dengan banyaknya anugerah dan kebaikan-Mu.

Lidahku kelu karena banyaknya dosaku. Telah hilang wibawa wajahku.
Maka dengan wajah yang mana aku harus menemui-Mu setelah dosa-dosa membuat wajahku muram?
Dengan lidah yang mana aku harus menyeru-Mu setelah maksiat membungkam lidahku?

Bagaimana mungkin aku menyeru-Mu, padahal aku pendosa?
Bagaimana mungkin aku tidak menyeru-Mu, padahal Engkau Maha Pemberi Karunia?
Bagaimana aku bisa bergembira, padahal aku pendosa?
Bagaimana aku berduka, padahal Engkau Maha Pemberi Karunia?
Bagaimana aku menyeru-Mu, padahal aku, aku?
Bagaimana aku tidak menyeru-Mu, padahal Engkau, Engkau?
Bagaimana aku bergembira, padahal aku telah melawan-Mu?
Bagaimana aku berduka, padahal aku sudah mengenal-Mu?

Aku malu menyeru-Mu, karena aku selalu mengulang dosa-dosaku.
Tapi, bagaimana mungkin seorang hamba tidak menyeru junjungannya?
Kemana pelariannya dan perlindungannya jika Dia mengusirnya?

Tuhanku, kepada siapa aku berlindung jika tidak Kau tegakkan daku dari ketergelinciranku?
Siapa yang akan mengasihiku, jika Engkau tidak mengasihiku?
Siapa yang menyambutku, jika Engkau tidak menyambutku?
Kemana aku kan berlari, jika harapanku terhempas disisi-Mu?

Tuhanku, aku berada diantara cemas dan harap.
Kecemasanku pada-Mu mematikanku, dan harapanku pada-Mu menghidupkanku.
Tuhanku, dosa-dosa adalah sifat kami, sedangkan maaf adalah sifat-Mu.

Tuhanku, uban itu cahaya-Mu. Mana mungkin Kau bakar cahaya-Mu dengan Api-Mu?
Tuhanku, surga itu kampung orang-orang baik, tetapi jalannya melewati neraka.
Duhai, alangkah beruntungnya sekiranya aku mendapat surga, aku tidak masuk neraka.

Tuhanku, bagaimana aku menyeru-Mu dan mengharapkan surga dengan perbuatanku yang buruk?
Tapi bagaimana aku tidak menyeru-Mu dan tidak mengharapkan surga dengan perbuatan-Mu yang baik dan indah?

Tuhanku, akulah yang menyeru-Mu walaupun bermaksiat kepada-Mu.
Hatiku tak pernah melupakan zikir-Mu.
Tuhanku, akulah yang mengharapkan-Mu walaupun aku bermaksiat kepada-Mu
Tidak putus harapku akan kasih-Mu.

Tuhanku, tidak ada jalan bagiku untuk melindungi diri dari dosa kecuali dengan penjagaan-Mu,
Tidak ada cara untuk mencapai amal yang baik kecuali dengan kehendak-Mu
Bagaimana mungkin aku dapat menjaga diri, jika tidak Kau sampaikan padaku penjagaan-Mu?
Tuhanku, Kau tutupi bagiku dosa di dunia dan tidak Engkau sebarkan.
Maka janganlah Engkau permalukan daku pada hari kiamat di hadapan seluruh penghuni alam semesta.

Tuhanku, kemurahan-Mu meluaskan harapanku. Syukur-Mu menerima amalku.
Maka bahagiakan daku dalam pertemuan dengan-Mu di penghujung ajalku.
Tuhanku, jika iman menjadi saksi bagiku dalam mengesakan-Mu.
Jika lidahku berbicara untuk memuji-Mu. Dan jika Al-Qur’an menunjukkan kepadaku akan keutamaan anugerah-Mu.
Bagaimana mungkin hilang harapanku akan janji-Mu?

Tuhanku, lama deritaku. Rapuh tulangku, ringkih tubuhku sedang dosaku tetap bertumpuk di atas punggungku.
Kepada-Mu, duhai Junjunganku, aku adukan kefakiran dan kemiskinanku, kelemahan dan ketidakberdayaanku.
Tuhanku, sudah tidur semua yang punya mata dan beristirahat di tempat tinggalnya.
Sedangkan kini gemetar hatiku dan kedua belah mataku menanti kasih Tuhanku.
Maka kuseru Dikau, duhai Tuhanku.
Perkenankan doaku. Penuhi hajatku. Cepatkan ijabahku.
Tuhanku, aku menunggu ampunan-Mu seperti yang ditunggu para pendosa.
Aku tidak akan pernah berputus asa dari rahmat-Mu yang dinantikan mereka yang berbuat kebajikan.

Kepada-Mu kami beribadat dan kepada-Mu kami meminta tolong.
Kepada-Mu kami memohonkan penjagaan.
Tiada daya kekuatan kecuali dengan Allah.
Ya Kariim, Ya Kariim, Ya Kariim.

Kutipan “Spiritual Islam (Imam Ali Zainal Abidin)”